- Apa yang dipelajari ekofisiologi?
- - Eksperimen ekologi
- Sistem metabolisme terlibat
- Desain eksperimental
- - Jenis perubahan lingkungan
- Perubahan siklus
- Perubahan acak
- Perubahan arah
- - Postulat umum
- Hukum Minimum Liebig
- Hukum Toleransi Shelford
- - Teknologi digital dan ekofisiologi
- Contoh aplikasi pada hewan
- - Pengaruh suhu terhadap produktivitas hewan ternak
- Homeothermy
- Ayam petelur
- Ternak
- - Polusi dan katak
- Respirasi dan sirkulasi amfibi
- Dampak
- Contoh aplikasi pada tumbuhan
- - Ekofisiologi tumbuhan
- Osmolytes
- - Ekofisiologi tumbuhan halofilik
- Tanaman halofilik
- Tumbuhan halofit sebagai makanan
- Referensi
The ecofisiología adalah cabang ekologi yang mempelajari respon fungsional organisme untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Setiap makhluk hidup harus beradaptasi dengan lingkungannya untuk bertahan hidup dan adaptasi ini bersifat struktural dan fungsional.
Disiplin ini juga dikenal sebagai ekologi fisiologis atau fisiologi lingkungan, dan menghasilkan pengetahuan dasar dan terapan. Dengan demikian, dimungkinkan untuk mengetahui hubungan antara fisiologi suatu organisme dan perubahan lingkungan.
Eksperimen ekofisiologis. Sumber: Rasbak
Demikian pula dengan ekofisiologi yang memberikan informasi di bidang produksi tumbuhan dan hewan untuk menghasilkan makanan. Misalnya, studi tentang ekofisiologi tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim telah berguna dalam perbaikan genetik.
Demikian pula, studi ekofisiologi memungkinkan untuk menetapkan kondisi lingkungan mana yang paling sesuai untuk mencapai produktivitas hewan yang lebih tinggi. Dengan demikian, kisaran variasi faktor lingkungan dapat ditetapkan untuk memberikan kenyamanan pada hewan di unit produksi.
Apa yang dipelajari ekofisiologi?
Ekofisiologi adalah disiplin ilmu di mana fisiologi dan ekologi bertemu. Fisiologi, ilmu yang mempelajari fungsi makhluk hidup dan ekologi membahas hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam pengertian ini, ekofisiologi mempelajari hubungan dinamis antara perubahan lingkungan dan adaptasi metabolisme tumbuhan atau hewan terhadap perubahan ini.
- Eksperimen ekologi
Untuk mencapai tujuannya, ekofisiologi menggunakan penelitian deskriptif dan metode eksperimental. Untuk ini, ia mengidentifikasi faktor fisik-kimia yang bertindak di lingkungan dan menentukan pengaruhnya terhadap tubuh.
Faktor-faktor ini dapat menjadi sumber daya yang digunakan organisme untuk kelangsungan hidupnya atau kondisi yang memengaruhi fungsinya. Selanjutnya, respon fisiologis organisme hidup terhadap variasi faktor tersebut ditetapkan.
Sistem metabolisme terlibat
Penting untuk mengidentifikasi sistem organik dan fungsional yang terlibat dalam respons adaptif organisme terhadap perubahan faktor tertentu. Misalnya, ketika ada perubahan suhu, ada respons dari sistem termoregulasi individu.
Desain eksperimental
Ekofisiologi menggunakan rancangan percobaan untuk menetapkan respons fisiologis organisme terhadap perubahan suatu faktor. Contoh dari hal ini mungkin menundukkan individu dari spesies tanaman ke konsentrasi garam yang berbeda di substrat.
- Jenis perubahan lingkungan
Setelah faktor-faktor yang akan dipelajari ditentukan, maka perlu untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi di lingkungan dan sifat temporal mereka, yang mendefinisikan tiga jenis:
Perubahan siklus
Perubahan ini terjadi secara berkala, seperti pergantian musim iklim atau siang dan malam. Menghadapi hal-hal ini, makhluk hidup telah mengembangkan fungsi siklus, mengikuti ritme perubahan lingkungan.
Siklus siang dan malam. Sumber: Caliver
Misalnya jatuhnya daun pada musim kemarau untuk mengurangi keringat akibat kekurangan air. Dalam kasus hewan, ada juga adaptasi terhadap perubahan siklus ini; misalnya perubahan bulu burung tertentu.
Ptarmigan (Lagopus muta) dari tundra memiliki homochromia musiman dan menampilkan bulu musim dingin yang putih sementara di musim semi warnanya berubah menjadi warna gelap dan beraneka ragam. Jadi, kamuflase mereka disesuaikan dengan warna putih salju yang seragam dan kemudian dengan warna gelap lingkungan selama sisa tahun.
Adaptasi hewan lain terhadap perubahan siklus adalah hibernasi beruang dan spesies lain di musim dingin. Ini melibatkan perubahan laju metabolisme yang mencakup penurunan fungsi tubuh, seperti suhu dan detak jantung.
Perubahan acak
Jenis perubahan ini terjadi secara acak, tanpa keteraturan yang ditetapkan. Misalnya, tanah longsor di lereng gunung, tumpahan minyak, atau kedatangan predator atau patogen baru.
Jenis perubahan ini memberikan resiko yang lebih besar bagi spesies, karena terjadi secara drastis, pada kasus ini respon organisme bergantung pada plastisitas pada fungsi yang sudah ada.
Perubahan arah
Mereka adalah perubahan lingkungan yang secara sengaja disebabkan oleh manusia untuk tujuan tertentu. Salah satu kasusnya adalah penggundulan hutan untuk membangun padang rumput atau intervensi lahan basah untuk menanam padi.
- Postulat umum
Berawal dari akumulasi bukti eksperimental dan pengamatan di lingkungan alam, ekofisiologi mencoba mendefinisikan postulat umum. Ini adalah prinsip umum yang muncul dari keteraturan respons fisiologis tertentu terhadap perubahan lingkungan.
Hukum Minimum Liebig
Sprengel (1828) mendalilkan bahwa faktor penentu pertumbuhan suatu organisme adalah yang paling langka di lingkungan. Belakangan prinsip ini dipopulerkan oleh Liebig (1840), dan dikenal dengan Law of the Minimum atau Hukum Liebig.
Bartholomew (1958) menerapkan prinsip ini pada distribusi spesies, menunjukkan bahwa distribusi ditentukan oleh faktor lingkungan yang paling membatasi.
Hukum Toleransi Shelford
Pada tahun 1913, Victor Shelford menyatakan bahwa spesies tertentu ada dalam kisaran variasi tertentu untuk setiap faktor lingkungan dan interaksinya. Ini dikenal sebagai batas toleransi, di luar batas tersebut spesies tidak dapat bertahan.
Hukum Toleransi Shelford. Sumber: http://ecologiaambiental.wikispaces.com/
Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam amplitudo variasi faktor lingkungan tertentu ada tiga kemungkinan keadaan untuk organisme. Keadaan ini optimal, stres fisiologis dan intoleransi.
Dalam hal ini, dalam rentang faktor yang optimal, populasi spesies akan melimpah. Ketika menjauh dari optimal, seseorang memasuki zona stres di mana populasi menurun dan, di luar batas toleransi, spesies menghilang.
- Teknologi digital dan ekofisiologi
Seperti dalam semua sains, studi ekofisiologi telah ditingkatkan dengan pengembangan teknologi baru. Karena sifatnya yang eksperimental, disiplin ini khususnya telah disukai oleh perkembangan teknologi digital.
Saat ini terdapat keragaman perangkat elektronik portabel yang memungkinkan pengukuran faktor lingkungan di lapangan. Diantaranya adalah pengukur radiasi matahari, suhu, kelembaban relatif, luas daun, dan lain-lain.
Contoh aplikasi pada hewan
- Pengaruh suhu terhadap produktivitas hewan ternak
Bidang yang sangat relevan adalah ekofisiologi yang diterapkan pada produksi hewan, yang berupaya memahami respons hewan pemuliaan terhadap variasi faktor lingkungan. Salah satu faktor tersebut adalah suhu, dengan mempertimbangkan tren kenaikan suhu rata-rata global saat ini.
Homeothermy
Sebagian besar hewan berkembang biak bersifat homeotermik, yaitu, mereka mempertahankan suhu internal yang stabil meskipun terdapat variasi lingkungan. Ini dicapai melalui investasi energi kimia untuk mengkompensasi kenaikan atau penurunan suhu luar.
Proses kompensasi suhu eksternal ini dicapai melalui termoregulasi, yang melibatkan hipotalamus, sistem pernapasan, dan kulit.
Ayam petelur
Waktu makan ayam petelur dianggap penting untuk produktivitasnya. Dalam hal ini berkaitan dengan kapasitas asimilasi makanan sebagai fungsi stres panas.
Ayam petelur. Sumber: Peloy (Allan HM)
Jika pakan diberikan pada jam-jam terpanas dalam sehari, ayam betina kurang mengasimilasinya dan produksinya menurun. Akibatnya, peningkatan suhu lingkungan berimplikasi pada penurunan produktivitas ayam buras.
Ternak
Kenaikan suhu memaksa hewan untuk mengaktifkan mekanisme fisiologis termoregulasi. Ini melibatkan investasi energi yang dikurangi dari penambahan berat badan atau produksi susu.
Di sisi lain, saat suhu meningkat, hewan tersebut memvariasikan prioritas makannya. Dalam kasus ini, asupan air meningkat dan konsumsi bahan kering berkurang, yang berakibat pada penurunan berat badan.
- Polusi dan katak
Studi ekofisiologi memungkinkan untuk menghubungkan fisiologi spesies hewan dengan lingkungannya dan menetapkan kemungkinan efek negatif pencemaran. Contohnya adalah keadaan ancaman saat ini yang menjadi sasaran katak dan kodok.
Katak (Atelopus zeteki) sensitif terhadap polusi. Sumber: Brian Gratwicke
Sekitar setengah dari 6.500 spesies amfibi yang diketahui terancam punah. Hewan ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu, kelembaban atau kontaminan lingkungan.
Respirasi dan sirkulasi amfibi
Fisiologi respirasi amfibi sangat aneh, karena mereka bernapas melalui paru-paru dan melalui kulit. Ketika mereka keluar dari air mereka menggunakan paru-paru mereka dan di dalam air mereka bernafas melalui kulit mereka, yang dapat menyerap O2, CO2 dan air.
Dampak
Bentuk respirasi membuat hewan ini rentan terhadap penyerapan polutan baik dari udara maupun air. Di sisi lain, karena konsentrasi oksigen yang rendah di dalam air, mereka melemah karena tidak menyerapnya dengan baik.
Dalam kondisi tersebut mereka bisa mati atau menjadi lemah dan rentan diserang oleh jamur dan bakteri patogen. Salah satu ancaman terbesar adalah jamur patogen Batrachochytrium dendrobatidis, yang menghambat aliran elektrolit di kulit.
Contoh aplikasi pada tumbuhan
- Ekofisiologi tumbuhan
Pemanasan global akan mengakibatkan produksi tanaman tertentu di beberapa daerah karena hukum toleransi. Artinya, faktor-faktor seperti ketersediaan air akan berada di luar rentang toleransi spesies.
Xerofit. Sumber: Tomas Castelazo
Namun, spesies zona kering telah mengembangkan strategi untuk beradaptasi dengan defisit air. Dalam pengertian ini, penelitian dalam ekofisiologi tanaman zona kering memberikan jalan yang mungkin untuk perbaikan genetik tanaman.
Osmolytes
Salah satu strategi ini adalah modifikasi ekspresi gen untuk menghasilkan protein yang membantu mentolerir defisit air. Di antara protein ini adalah osmolit yang membantu sel mempertahankan turgornya bahkan dengan sedikit air.
Pengetahuan tentang protein ini dan metabolisme mereka dapat digunakan oleh rekayasa genetika untuk memperbaiki tanaman.
- Ekofisiologi tumbuhan halofilik
Salah satu masalah yang dihadapi pertanian adalah salinitas tanah akibat konsentrasi garam yang ditambahkan oleh air irigasi. Semakin banyak tanah yang digarami, semakin sedikit lahan pertanian yang tersedia untuk produksi pangan.
Tanaman halofilik
Namun, ada spesies tanaman yang beradaptasi untuk bertahan hidup dalam kondisi konsentrasi garam yang tinggi di dalam tanah. Inilah yang disebut tumbuhan halofit (Halos = garam; tumbuhan tumbuhan = tumbuhan).
Spesies ini telah mengembangkan serangkaian adaptasi morfologis dan fisiologis sebagai mekanisme untuk menghindari penyerapan garam, melumpuhkan atau mengeluarkannya.
Tumbuhan halofit sebagai makanan
Pengetahuan tentang ekofisiologi tanaman ini menjadi dasar pengembangan sistem pertanian dan pemanfaatannya sebagai sumber pangan. Dengan cara ini, spesies halofitik yang dibudidayakan di tanah pertanian yang digarami dapat digunakan sebagai pakan ternak.
Referensi
- Ariasa, RA, Maderb, TL, dan Escobara, PC (2008). Faktor iklim yang mempengaruhi kinerja produktif sapi potong dan perah. Arch. Med. Vet.
- Blaustein, AR, Wake, DB dan Sousa, WP (1994). Penurunan amfibi: menilai stabilitas, ketekunan, dan kerentanan populasi terhadap kepunahan lokal dan global. Biologi Konservasi.
- Calow, P. (Ed.) (1998). Ensiklopedia ekologi dan pengelolaan lingkungan.
- Hawkesford, MJ dan De Kok, LJ (2007). Ekofisiologi Tumbuhan (Vol.6). Sulfur pada tumbuhan. Perspektif ekologis.
- Lüttge, U. dan Scarano, FR (2004). Ekofisiologi. Majalah Brasil. Bot.
- Pereyra-Cardozo, M. dan Quiriban, A. (2014). Protein dalam toleransi terhadap tekanan air pada tumbuhan. SEMIÁRIDA, Jurnal Fakultas Agronomi UNLPam.
- Purves, WK, Sadava, D., Orians, GH dan Heller, HC (2001). Kehidupan. Ilmu biologi.
- Raven, P., Evert, RF dan Eichhorn, SE (1999). Biologi tumbuhan.